Rabu, 28 September 2011

Aku Hanya Ingin Melihatmu


Ruang waktu memisahkan kita
Hatiku dan kamu juga terpisah
Hanya empedu kita yang sama

Apakah kau tau,
aku rindu kamu
aku sepi sendiri

Tanpamu aku mati dan hampa
Penantian ini terus berlalu

Aku hanya ingin melihatmu sekali saja
sebelum ku mati

Aku akan membisikkan kata ini di telingamu
Aku cinta kamu

untuk yang tak pernah terlupakan dan terungkapkan

Hidupku



Hidupku,
Hidupmu,
Kita hidup di alam fana yang sangat gemilang,
Tak tau kapan malaikat datang menjelang,
Mungkin esok aku tiada,
Atau mungkin kau berpulang,
Kita tak tau siapa yang akan awal menemui Tuhan,
Kau atau aku,
Hanya untuk direnungkan.

Perjalanan


Geliat maut semakin dekat
Ombang-ambing kehidupan terus menerpa tanpa kenal ampun menggilas raga

Bentang kematian menghantui jalan
Ribuan malaikat siap menunggu
Di neraka ataupun nirwana

Akankah perjalanan ini berakhir
Cakrawala kedepan menyapa
Pelangi dan rembulan tersipu

Tapi badai menghempas dan menyapu mereka
Hingga kita bertemu ajal…

Ibu kita tercita..



Usiaku kini telah berubah
Aku bukan lagi balita kecil
Kaulah yang telah membentuk jiwa mentah ini
Kaulah yang telah mengelola emosi labil ini
menjadi lokomotif kemajuan
Kaulah yang selalu memberiku keberuntungan
dengan nasihatmu kala malam telah larut
dan gerbang mimpi siap menghampiriku

Kala yang lain terlelap
Kutahu kau tak pernah terlena
Pikiran, hati, jiwa, dan emosiku selalu bekerja demi masa depanku
Kau selalu berpacu dengan waktu
Karena kau yakin, tanpa itu bisa jadi
aku terlindas oleh jaman yang semakin keras

Kaulah pengantar luasnya penge
tahuanku
Kala wadah kosa kataku hanya bagai tetesan air
Kaulah yang memenuhinya hingg
a menjadi sebuah lautan
Kaulah bintang berkilauku
Yang tak akan pernah terlupakan
oleh rangkaian huruf cahaya sejarah peradaban manusia
Andai aku bisa, bunda
Kan kubalas segenap cinta d
an kasihmu
Andai aku mampu, bunda

Kan kupersembahkan seterang kilauanmu,
sehangat dekapanmu, s
etulus kasihmu,
dan sebijak nasihatmu



Kutahu, bunda
Tanganmu tak pernah lepas
berharap untukku
dalam setiap do’a yang kau panjatkan
Kutahu bunda
Senyummu selalu menyapa dalam setiap kata cinta
yang keluar dari lisanmu
Kutahu bunda
Mata hatimu selalu terjaga dalam setiap derapku



Ya Allah
Kutengadahkan tanganku berharap
kau membahagiakannya sepertiku kini
Ya Rabbi
Kumemohon berilah bunda mimpi yang selalu indah
Ya Rabbul Izzati
Kuberharap padaMu anugerahkan bunda kecupan hangat
Seperti yang selalu ia berikan padaku saat aku terbangun di pagi hari


Bunda, pelangi dan matahariku
Hari ini kuhaturkan dengan tulus padamu

Puisi Untuk Ibu

Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai

Ibu

Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah

Ibu…..

Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan

Namun…..
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu….

Ibu….

Aku sayang padamu…..
Tuhanku….
Aku bermohon padaMu
Sejahterakanlah dia
Selamanya…..

IBU

Aku lahir tanpa apa-apa,
Engkaulah yang mengajariku segalanya,
Membesarkanku dengan segala upaya,
Berharap aku kan jadi orang yang berguna..

Ketika aku menangis dalam takut,
Engkaulah yang menenangkank
u..
Dan ketika aku jatuh sakit,
Engkaulah yang selalu berada di sampingku..

Engkau menegurku ketika aku salah,
Engkau mengingatkanku ketika
aku lupa,
Engkau menghiburku ketika aku sedih,
Engkaulah yang menyembuhkanku ketika aku te
rluka..


Kini aku telah dewasa,
Berusaha mengejar dan meraih cita-cita,
Berharap kan menjadi orang yang berguna,
Demi mewujudkan harapan dan impian keluarga..

Terima kasih ibu,
Engkaulah segalanya bagiku,
Tanpamu kini aku bukanlah apa-apa,
Kasihmu padaku tak kan terbalas sepanjang masa...

Jumat, 16 September 2011

KENANGAN

Dari halaman yang dulu :

Sepasang kursi lapuk yang tak pernah

kita duduki membaurkan perjalanan, harapan,

dan catatan hidup yang lowong. Sejak seperti kemarin saja

karena gerimis telah menghantarkan kilatan

dan jalan yang licin tak mampu membendung konvoi mobil

yang melaju. Mungkinkah

kata-kata terpencil dari maknanya

di rahimnya sendiri


Dalam gerimis berbeda

dan bau tanah yang menidurkan lolongan serigala

semuanya telah menyaksikan pergumulan

pena menyergap nasib, atau

setumpuk buku telah penuh dengan aksara. Tapi kita

belum berujung

dan seorang dalam gerimis dahulu akan

melangkah dengan seragam putih bersih

di koridor rumah sakit yang riuh
Saat itu

jangan beri aku obat yang lain

H4mP4


Sepi…………..
Cuma hampa terasa
Kesepian merasuk jiwa
Tanpa teman………..
Tanpa sahabat……….
Saat ku butuh penopang
Tak satupun yang jadi penyangga
Tak seorangpun yang pahami luka di jiwa
Mampukah aku lewati onak duri ini?
Mampukah aku untuk terus tertatih?
Cuma bayang ketakutan
Yang kini kejarku
Namun cinta dan kenangan
Begitu dalam terpendam
Di relung hatiku

Kanangan Pahit


Karma…..kenyataan pahit itu
Selalu tertoreh abadi
Di dalam garis takdirku
Kegagalan demi kegagalan
Luka dan bayang hitam
Satu persatu dilukis tak beraturan
Dalam sejarah langkah kakiku
Entah dari manakah?
Atau dari siapakah?
Ku harus menanggung beban
Di pundak dan bathinku
Dapatkah ku terus bertahan?
Bernapas tanpa paru-paru
Berjalan tanpa kaki
Dan terus berkata tanpa makna
Adakah setitik cahaya untuk ku
Agar ku tak lagi tersesat
Terus meraba dalam gelap
Dan temukan jalan keluar
Dari semua jalan tak berujungku

Luka Hatiku


Lelah gontai langkah kecilku
Menyusur pantai setengah basah
Menatap hampa inti laut
Coba mengerti semua maknanya
Biru agak hijau warna airnya
Debur ombak seakan menelanku
Kuning keemasan warna sang surya
Seakan marah hendak membakarku
Biru gagah warna cakrawala
Seakan hendak menindihku
Alam tercipta begitu sempurna
Tanpa cacat dari sang kuasa
Sayang ku ‘tak seberuntung itu
Luka dan air mata selalu kubawa
Tanpa bisa ku lepasnya

SAHABATKU


Setiap waktu datang malam
Mata ini ‘tak bisa terpejam
Selalu teringat pada dirimu
Sahabat yang jadi pujaan hatiku
Walau dimana…….
Dan kemana kau berada
Namun bayang dirimu
‘Tak ‘kan pernah sirna
Kucoba memupus asa padamu
Kubenamkan rindu di dalam kalbu
Namun saat kuberlari
Sulit ‘tuk berpaling darimu
Kusadari angan dan mimpiku
Ternyata hanya milikmu

Kepergianmu


Aku mulai percaya
Bahwa sang bayu
Akan menopangku
‘Kan menuntunku
Melintasi angkasa
Dengan mata terpejam
Terbayang ku melayang
Namun sang bayu menghilang
Secepat ia datang
Jangan pergi…………
Jangan mati…………
‘Kan kuberikan nyawaku
Air mataku……..
‘Kan memanggilmu
‘Tuk kembali……….
Karena engkaulah surgaku

Penyesalan


Jika berpikir hidup ini hanya sekali
Pernahkah kau berpikir
Dapat kembali ke masa lalu
‘tuk memperbaiki
Saat-saat yang menyakitkan?
Atau kau memiliki hidup baru……………?
Sebagai orang yang baru pula………….?
Sulit memang bagi kita
‘tuk menjelma
Jadi seorang yang bukan
Diri kita sendiri
‘tuk menutupi bayangan masa lalu
Hanya tuhan………………..
Yang dapat menjawabnya…………!

Pantun Perantau

Ribu-ribu jalan ke Kandis
Landak membawa geliganya
Bondaku tinggal jangan menangis
Anakanda pergi membawa nasibnya

Singkarak kotanya tinggi
Asam pauh dari seberang
Kekanda berangkat ditangisi
Badan terbuang di rantau orang

Selasih di tebing tinggi
Kalau tinggi berdaun jangan
Anakanda pergi bonda tangisi
Alamat dagang mati beragan

Pisang kelat digonggong helang
Jatuh ke lubuk Inderagiri
Kalau berdagang ke tempat orang
Baik-baik membawa diri

Baju baru dalam almari
Baju dijahit tuakng pilihan
Kalaulah pandai membawa diri
Ke mana pergi pun orang kasihan

Berbuah pokok setambun tulang
Jangan dibuat ramuan santau
Jikalau untung anakanda pulang
Jikalau rugi hilang di rantau

Kajang tuan kajang berlipat
Kajang hamba mengkuang layu
Dagang tuan dagang bertempat
Dagang hamba terbuang lalu

Bengis sungguh orang pangkalan
Lalu-lalang perahu dihalang
Menangis dagang sepanjang jalan
Mengenang nasib di negeri orang

Sayang Singkarak kotanya tinggi
Asam pauh dari seberang
Awan berarak hamba tangisi
Dagang jauh di rantau orang

Asam pauh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepi tebat
Dagang jauh di rantau orang
Sakit siapa akan mengubat?

Dari ladang pergi ke gurun
Buluh duri melingkar kota
Hari petang hujan pun turun
Dagang berurai air mata

Lurus jalan ke Paya Kumboh
Anak Padang mandi-manda
Bagaimana hati tidak rusuh
Terpaksa tinggalkan ayahanda bonda

Cik Mahat menahan bubu
Bubu dijemur di tengah halaman
Tingallah ayah tinggallah ibu
Anakanda merantau timba pengalaman

Apa digulai orang di ladang
Pucuk kacang sayur ketola
Apakah untung anak dagang?
Hari petang hatipun hiba

Telur cicak dalam dulang
Entah bertulang entahkan tidak
Sudah sampai negeri orang
Entah pulang entahkan tidak

Duduk berjuntai di atas batu
Sambil mengetuk si akar tuba
Berdagang ke tempat yang belum tentu
Macam menempah maut kan tiba

Pungut teritip di tiang batu
Batu pecah dilanda karang
Beginilah nasib dagang piatu
Kain basah kering di pinggang

Lebah terbakar terbang sekawan
Hinggap di celah kayu berduri
Alangkah cabar rupanya tuan
Dagangan indah tidak terbeli

Belayar dilaut menaiki kapal
Kapal berlabuh di Teluk Sawar
Bukannya banyak membawa modal
Harapkan untung bila menawar

Orang Padang mandi di gurun
Mandi berlimau bunga lada
Hari petang matahari pun turun
Dagang berembai air mata

Ambilkan saya sebilah pisau
Buat meraut bingkai lelayang
Hidup anakanda jauh merantau
Wajah bonda selalu terbayang

Bersiar-siar di tepi telaga
Untuk berlibur hati yang lara
Kepada bonda yang jauh di mata
Hati anakanda rindu tak terkira

Tudung saji hanyut terapung
Disulam mari dengan benang
Hajat hati nak pulang ke kampung
Lautan lebar tidak terenang

Anak enggang di kayu tinggi
Patah ranting terbanglah ia
Anak dagang tak lama di sini
Sampai musim pulanglah ia

Dari mana hendak ke mana
Tinggi rumput dari padi
Tahun mana bulan mana
Dapat kita berjumpa lagi?

Pak Tani mengasah parang
Parang disimpan di atas para
Dagang seorang di negeri orang
Tiada teman tiada saudara

Dirimu


Bisa mengenalmu
Adalah suatu kebahagiaan
Bisa dekat denganmu
Adalah suatu anugrah
Biar kumilikimu dalam damai bumi
Bukan di awan-awan
Bukan di dasar lautan
Tapi di atas pelangi
Andai ku bisa hentikan waktu
Kan kunikmati tiap tarikan nafasku
Indah……mungkin kata itu
Yang pantas di ucap
Tapi mungkinkah kan abadi ?
Biar waktu kan bicara
Biar waktu yang tunjukkan semua
Akan renda cinta
Yang tlah kita bina

Kenangan


Semilir hembusan bayu
Sebening tetes embun pagi
Temani sang surya membuka mata
Begitu juga makna hadir mu
Kau buat ringan langkah kaki ku
Dari belenggu kisah lama
Kau buat warna dalam hari ku
Yang dulu sempat kelabu
Ingin jelang dan memeluk mu
Curahkan semua rasa
Yang membuncah di dalam dada
Agar kau juga merasa
Begitu berwarna hidup ku

Hati Yang Sunyi


Dalam keheningan malam Terdengar sayup alunan nada
Membangkitkan angan-angan
Ekspresikan jiwa membelah malam
Ingin menguak rahasia di dalam dada
Seringkali ku bertanya pada diri ku Ada apa dengan diri ku
Yang tak mampu ‘tuk ungkapkan
Galaunya segala rasa
Dan tak lagi sanggup
Menjelaskan lembar sketsa dalam jiwa

Massa


Kau Menyendiri Duduk Dalam Gelap
Kau Pahat Langit Dengan Angan-angan
Kau Ukir Malam Dengan Bayang-bayang
Jangan Hanya Diam Yang Kau Simpan
Malam Yang Kau Sapa
Hanya Lewat Tanpa Jawab
Mengapa Harus Sembunyi Dari Kenyataan
Ungkapkan Isi Hatimu
Senandungkan Nyanyian Jiwamu
Agar Malam Menjadi Indah

PERANTAU

Mau kutambatkan dimana kapalku

jika tak ada dermaga, tempat merengkuh labuh

entah di bagian mana kotamu yang disebut dermaga

kenapa juga semula tampak lain, banyak tersusun batu

patung membisu, tabu terpancang, ataukah hanya menipu

sebab yang kudengar nafas begitu banyak rupa,

entah apa terlalau lama kapalku tak merapat, kotamu tak menerima tamu

atau perantau yang ingin mendedah hawamu sekedar melepas peluh .

Sehingga pancang tempat sauh

tercerabut dan sengaja dicabut

aku masih mencoba berlayar, menyisir angin darat sambil sesekali menebar risau

adakah gagap tentang kota masa lalu, apakah masih seramah dulu


halaman tak berpagar, senyum menyambut riang, air kendi pelepas dahaga, beranda terbuka, tikar pandan terdampar , jendela mengabar wangi teh seduh, air hangat mencuci telapak kaki.

Apakah masih berpagar?

Dulu tak ada maling

tak kalut

hanya berbungkus kelegaan tanpa risau

“masih ada tetangga, masih ada sapa segar jiwa”

hingga tak ada sisir angin, lalu menghentikan kapalku

tak kutemukan dermaga-maka aku tak singgah

mungkin nanti, jikalau dermaga menyapa, membuka lapang dan angin bertiup ke kotamu

aku pasti singgah

tapi entah...


Kamis, 15 September 2011

KisahKu

Dengarkan kisahku… .
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita,
juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahwa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahsia;
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan;
dan ketika kita mencoba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal uap.

Manfaat Pengalaman

Kebenaran yang agung ada pada kita
Panas dan dingin, duka cita dan penderitaan,
Ketakutan dan kelemahan dari kekayaan dan raga
Bersama, supaya kepingan kita yang paling dalam
Menjadi nyata.