Jumat, 16 September 2011

PERANTAU

Mau kutambatkan dimana kapalku

jika tak ada dermaga, tempat merengkuh labuh

entah di bagian mana kotamu yang disebut dermaga

kenapa juga semula tampak lain, banyak tersusun batu

patung membisu, tabu terpancang, ataukah hanya menipu

sebab yang kudengar nafas begitu banyak rupa,

entah apa terlalau lama kapalku tak merapat, kotamu tak menerima tamu

atau perantau yang ingin mendedah hawamu sekedar melepas peluh .

Sehingga pancang tempat sauh

tercerabut dan sengaja dicabut

aku masih mencoba berlayar, menyisir angin darat sambil sesekali menebar risau

adakah gagap tentang kota masa lalu, apakah masih seramah dulu


halaman tak berpagar, senyum menyambut riang, air kendi pelepas dahaga, beranda terbuka, tikar pandan terdampar , jendela mengabar wangi teh seduh, air hangat mencuci telapak kaki.

Apakah masih berpagar?

Dulu tak ada maling

tak kalut

hanya berbungkus kelegaan tanpa risau

“masih ada tetangga, masih ada sapa segar jiwa”

hingga tak ada sisir angin, lalu menghentikan kapalku

tak kutemukan dermaga-maka aku tak singgah

mungkin nanti, jikalau dermaga menyapa, membuka lapang dan angin bertiup ke kotamu

aku pasti singgah

tapi entah...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar